Kembali

Aku kembali pada senja yang kulitnya mulai merah kehitaman. Gelap menyeret dini hari, aku kembali tak lagi ingin bermimpi, aku kembali enyahkan keinginan, enyahkan angan-angan. Aku hanya ingin berbuat.

Aku, telah melewati jutaan detik gelisah atas nama cita-cita hingga sampai pada lelah, aku tak ingin lagi. Aku kembali tak berkeinginan.

Aku, adalah kekayaan yang tak pernah disadari. Terlupa karena kurangnya bersyukur. 

Dingin mulai mengusik, pikirku masih menerawang.
____
Ajibaho, 2 12 22

Untuk Lis

Jatuh cinta
_____
BAB I

Minggu malam pukul sembilan lebih dua puluh satu menit. Seduhan moca berkafein pada cangkir kaleng yang bibirnya mulai berkerak karat menyesapi hening bersama asap sigarete. Aku lelaki sedang meraba malam, mengeja bait-baitnya sendiri tentang waktu dan rindu. Saat-saat seperti ini, siapa yang lebih tekun pulang ke masa lalu, bernegosiasi dengan waktu? Atau, bolehkah sejenak kita berdamai pada kepura-puraan?

Hari terus berulang menggilas waktu bercerita tentangku yang semakin tak dapat mengendalikan hati. Mabuk sunyi, tiada hiraukan gigil menikam belulang, ngilunya amboi kepalang.

Hari-hari menjelma kepayang, Ra yang masih malu mencumbu bumi, dan ketika Bapak asyik menyapu kenangan, kuning, coklat, berserakan. Pun Mamak, sangat piawai menyempurnakan fajar di teritori dapur kekuasaannya. Sebuah monolog yang telah membuatku terkesima.

Jatuh cinta adalah patah hati paling sempurna pada palung paling rindu. Rapalan mantra-mantra terlempar ke langit, entah tetap terbang atau sedang terjatuh nyeri ke sebuah hati. Sejak saat itu, aku kerap berandai-andai di tepian muara keindahan meski riak ombak pasang surut menghantam harapan.

Bermula sebuah tanya tentang hal-hal sederhana. Tarian anak-anak kecil, makhluk berbisa kesayangan, buruh pabrik, atau mimpi marjinal yang terkebiri politik kusir. Gengsi menjadi matang dimasak pengalaman, melakukan pencitraan ketika traffic light berwarna hijau menyala dalam kotak pandora.

Lis, kau telah menghampiri sunyi di mana hatiku bersemayam. Kau telah mengalirkan degup paling debar. Bawa ia bersamamu untuk lewati almanak tua yang masih setia tergantung lusuh.

Lis, tahukah kau apa yang selalu aku ingat? Senyummu, ya senyummu.

Lis, selamat ulang tahun.