Teka Teki Pagi

Gua Lamhot, gua tinggal didesa ajibaho kecamatan biru-biru. Gua kerja sebagai sopir disalah satu perusahaan swasta dipusat kota medan. Namanya sopir, datangnya harus pagi-pagi banget dong supaya yang mau diantar jemput enggak telat sampai ketujuan. Gua sangat mencintai pekerjaan gua sekarang. Gimana enggak, uang masuknya cuy hampir seratus persen sama dengan gaji pokok. Ya lumayanlah buat tambah-tambah biaya nikah. Maklumlah diusia yang hampir kepala tiga ini gua masih melajang. ***

Suatu pagi agak merempongkan banget ketika gua mau berangkat kekantor mengendarai motor hampir butut warisan bokap gua. Waktu itu sehabis subuh dimana gua wajib nyampe kantor sebelum jam 7.00 karena mesti ngejemput tamu dari luar kota kebandara. Hujan turun rintik-rintik tapi agak rapat, jas hujan gua pake dari rumah. Semangat kerja tertanam sejak bangun tidur pagi tadi. Tapi wah baru beberapa kilometer berangkat dari rumah gua kepaksa ngelewati jalan yang tertimbun tanah yang konon rencananya akan diaspal. Disinilah yang merempongkan pagi gua.

Terhitung sudah lebih dari dua bulan proyek jalan ini belum rampung juga, aneh banget. Apabila hujan jalannya licin banget. Kemarin, pas pulang kerja gua nyaris aja tergelincir jatuh karena licinnya jalan berlumpur itu. Kalau hari panas terik, wah jangan ditanya lagi deh, debunya pasti tuh nempel dimana-mana termasuk paru-paru gua yang memang sering melintas disitu. Alat berat pengerjaan jalan cuma duduk manis dihalaman sebuah rumah mewah tertutup oleh sebuah baleho salah satu calon gubernur. Asumsi negatif pun timbul dari masyarakat bahwa perbaikkan jalan itu semata-mata hanya ingin mencuri simpatik masyarakat untuk pemilukada tahun depan, atau mungkin sang kontraktor udah makan duit proyek itu untuk beli mobil baru. Macamlah desas-desus itu memanaskan telinga.

Di-traffic light pertama perbatasan kota dan kampung gua. Gua kepaksa lagi harus nunggu antrian lewat bukan karena lampu merah yang menyala, tapi sekelompok orang yang berduyun-duyun membawa spanduk bertuliskan menuntut pembebasan sebuah lahan. Gua mengelus dada dan menghela nafas panjang diantara rintik hujan yang berbaris rapi turun kebumi. Lumayan lama, lumayan membosankan menunggu sesaat warta live pagi ini.

Mendekati kantor gua lagi-lagi tertahan dipersimpangan, tapi kali ini bener-bener lampu sedang merah membara melarang para pengendara untuk lewat. Entah kebetulan atau apalah bahasa yang tepat. Tak lama gua berhenti lewatlah truk sedang konvoi dimuati banyak orang yang juga membawa spanduk. Dari beberapa tulisan itu sempat terbaca ama gua diantaranya ''hapuskan kerja kontrak'' dan ''naikkan upah buruh''. Mendadak gua termenung dan bergumam dalam hati. ''Mimpi apa gua semalam?'' lanjut gua lagi, ''Apa arti semua ini?''. ***

Sesampainya dikantor gua langsung absensi setelah itu buru-buru keluar kantor buat cari sarapan nasi gurih diseberang kantor. Gerimis mulai reda, warung sarapan telah disesaki pembeli sejak tadi. Disebelah warung depan ruko toko kelontong yang masih tutup. Seorang lelaki kumal tampak menggulung badannya yang mungkin kedinginan atau mungkin juga kelaparan. Gua kembali mengelus dada sembari menunggu sajian sarapan nasi gurih yang telah dipesan.

Tak lama berselang, seorang anak perempuan memakai rok sekolah dan kaos kusam sambil menggendong adiknya meneriakkan suara memecah telinga dengan memukul-mukul tumpukan tutup botol, tertata rapi diujung sebuah kayu pendek didalam kepalan tangannya.

Gua masih nunggu sajian sarapan, seiring dengan itu semangat gua sedari tadi tetap kokoh kini mengendur. Gua ngelamun panjang, menghela nafas panjang. Teka teki apa pagi ini? Apakah Tuhan sedang memberi isyarat? Tapi isyarat apakah itu?

Hape gua bunyi, sms dari kantor rupanya. Akhirnya sarapan gua bungkus dan berlalu pergi dari tempat itu. Jalanan licin dan berdebu, poster calon gubernur, spanduk pembebasan lahan, dan semua kejaian pagi ini telah berlalu. ***

Cerpen : Tomkian Wahyu

0 komentar:

Posting Komentar